PORTALCISARUA | Minggu, (2/3/2025) Kawasan Puncak kembali dihantam banjir bandang yang memorak-porandakan sejumlah infrastruktur vital. Jembatan penghubung antar desa di beberapa titik putus total, jalan-jalan desa mengalami kerusakan parah, sementara sarana air bersih warga rusak dan lumpuh. Beberapa kampung terpaksa diungsikan. Banjir bandang yang terjadi kali ini bukan sekadar musibah alam semata, tetapi cerminan nyata rusaknya keseimbangan ekologi di kawasan hulu.
Karukunan Wargi Puncak (KWP),
organisasi yang konsisten menyuarakan kerusakan lingkungan di kawasan Puncak,
kembali menegaskan bahwa alih fungsi lahan yang melibatkan kawasan resapan seperti
Kebun Teh Gunung Mas menjadi faktor utama di balik rentetan bencana ekologi
yang terus berulang. Lahan-lahan konservasi dan daerah resapan air yang
semestinya berfungsi sebagai benteng alami justru diubah menjadi kawasan wisata
komersial yang rakus lahan, menghilangkan vegetasi pelindung, serta merusak
ekosistem alami yang vital bagi pengendalian air.
Menurut data yang dihimpun, dari 750
hektare lahan Hak Guna Usaha (HGU) nomor 295 di Desa Tugu Selatan, sekitar 350
hektare telah beralih fungsi. Kawasan yang semula diperuntukkan sebagai lahan
perkebunan teh, kini disulap menjadi kawasan wisata, penginapan, kafe hingga
spot selfie yang minim memperhatikan daya dukung ekologis kawasan. Padahal,
Kebun Teh Gunung Mas selama puluhan tahun berfungsi sebagai zona serapan air
utama yang menjaga keseimbangan hidrologi kawasan Puncak dan Ciliwung Hulu.
Sumber Referensi Valid dan Data
Kerusakan
Kerusakan akibat alih fungsi
lahan kebun teh bukan sekadar isu lokal, tetapi telah menjadi perhatian luas.
Beberapa media nasional dan lokal telah menyoroti fenomena ini:
- Detik.com: Heboh Pembangunan Lokasi Hiburan 'Rusak' Kebun Teh Puncak
- Detik.com: Viral Kebun Teh Puncak Bogor 'Hancur' karena Pembangunan, Ini Kata Pengelola
- Antaranews.com : Pj Bupati Bogor hentikan operasional perdana wisata milik Jaswita
- Tempo.co: Ratusan Hektare Tanah Negara di Puncak Terancam Hilang, PTPN: Mafia Tanah Bermain
- Bogor.tribunews.com: Perkebunan Teh di Puncak Bogor Tergerus Pembangunan, Warga Khawatir Dampak Perubahan Iklim
- Pakuanraya.com: Lahan Hijau di Puncak Dibabat, Disbudpar Khawatir Alam Semakin Rusak dan Sektor Pariwisata Hilang
- Bogoronline.com : Pemkab Bogor Segel Lokasi Wisata Milik PT Jaswita Jabar karena Disinyalir Kangkangi UUPPLH dan Perpres, hingga Pejabat Terkait Diduga Kuat Terima Gratifikasi
- Harianindonesianews.com: Warga Puncak Bogor Tolak Alih Fungsi Kebun Teh Berkedok KSO
Hulu Ciliwung, Kawasan Sakral
yang Dirusak
Khusus di kawasan hulu Sungai
Ciliwung/Cikamasan, yang oleh warga Puncak dikenal sebagai kawasan sakral dan
simbol keseimbangan alam, proses alih fungsi lahan terjadi secara masif.
Lahan-lahan kritis yang semula berfungsi sebagai kantong resapan alami berubah
menjadi resort, glamping, dan wahana wisata komersial. Proyek Eco Park dan
Hibics yang dikelola oleh satu sebuah PT Jaswita, meski telah disegel karena melanggar aturan
tata ruang, masih terus beroperasi hingga saat ini.
“Sampai kapan para pemangku
kebijakan membiarkan pengusaha tamak merusak hulu Puncak? Apakah harus menunggu
korban lebih banyak lagi? Ini bukan lagi sekadar bencana, tapi bukti nyata
abainya negara melindungi fungsi ekologis kawasan hulu,” tegas Bahden,
Koordinator KWP, kepada awak media.
Laporan, Surat, dan Audiensi Tak
Digubris
KWP mengungkapkan bahwa berbagai
upaya formal telah dilakukan, mulai dari pengiriman surat ke instansi terkait,
hingga audiensi langsung dengan Komisi VI DPR RI pada tahun 2024. Laporan
serupa juga dikirimkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
serta Kementerian ATR/BPN**. Sayangnya, hingga kini tidak ada tindak lanjut
konkret.
“Kami warga Puncak menuntut PTPN
1 Regional 2 Jawa Barat bertanggung jawab penuh atas rusaknya kawasan resapan
air di Kebun Teh Gunung Mas. Kami juga mendesak Bupati, Gubernur, hingga
Presiden yang baru menjabat, agar mengambil tindakan tegas menyelamatkan sisa
kawasan resapan yang tersisa. Jangan biarkan peraturan hanya tajam ke rakyat
kecil, tapi tumpul saat menghadapi pengusaha,” tegas Bahden.
Saatnya Penegakan Hukum Tanpa
Pandang Bulu
Kondisi kritis kawasan Puncak bukan sekadar isu lokal, tetapi menyangkut keselamatan ekologis kawasan hulu yang berdampak hingga ke Jabodetabek. Sudah saatnya pemerintah pusat turun tangan tegas menertibkan seluruh aktivitas bisnis yang merusak kawasan resapan. Tanpa penegakan hukum yang tegas dan pengembalian fungsi lahan konservasi, bencana di Puncak hanya tinggal menunggu waktu terulang kembali. (redsal).
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif