Namun, Ketua DPR RI, Puan Maharani, merespons dengan nada yang berbeda. Dalam pernyataannya yang dikutip oleh Kompas (29/8), Puan mempertanyakan urgensi dari percepatan ini. "Setiap pembahasan undang-undang harus melalui proses yang matang. Kami perlu memastikan bahwa semua persyaratan hukum terpenuhi dan ada masukan dari berbagai elemen masyarakat sebelum UU ini disahkan," ujarnya.
Puan juga menekankan bahwa menjelang akhir masa jabatan DPR saat ini, prioritas mereka adalah menyelesaikan hal-hal yang dianggap lebih mendesak. "Kami memiliki waktu yang sangat terbatas, dan kami ingin memastikan bahwa waktu tersebut digunakan untuk menyelesaikan isu-isu yang paling mendesak dan penting bagi masyarakat," lanjutnya, dikutip dari Tempo.
Di sisi lain, sejak pertama kali diusulkan oleh pemerintah pada tahun 2012, RUU Perampasan Aset telah melalui berbagai dinamika. Upaya Jokowi untuk mempercepat pembahasan ini bukanlah hal baru. Pada Mei 2023, Presiden kembali mengirimkan surat resmi ke DPR, mendorong agar RUU ini segera disahkan. Namun hingga saat ini, belum ada kepastian kapan RUU tersebut akan masuk ke dalam agenda prioritas DPR.
Banyak pihak menilai bahwa RUU ini merupakan instrumen penting dalam penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam mengembalikan aset negara yang dirampas oleh para koruptor. CNN Indonesia melaporkan bahwa jika RUU ini disahkan, maka akan memberikan kewenangan kepada negara untuk menyita aset-aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, meskipun tidak ada putusan pengadilan yang membuktikan kejahatan tersebut.
Namun demikian, proses legislasi di Indonesia kerap kali terhambat oleh berbagai kepentingan politik. Menurut seorang pengamat politik dari Liputan6, percepatan pembahasan sebuah RUU sangat dipengaruhi oleh bargaining power antar lembaga negara dan partai politik yang memiliki kepentingan tertentu.
Dalam konteks ini, pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah DPR dapat memprioritaskan RUU Perampasan Aset dalam waktu dekat, mengingat tekanan dari berbagai pihak, termasuk Presiden Jokowi. Masyarakat pun menunggu dengan harap-harap cemas, mengingat potensi besar RUU ini untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dengan segala kompleksitasnya, nasib RUU Perampasan Aset masih menjadi teka-teki. Keputusan DPR untuk mempercepat atau menunda pembahasan ini akan menjadi cermin bagaimana komitmen para wakil rakyat dalam mendukung upaya pemerintah untuk memerangi korupsi dan mengembalikan aset negara yang telah dirampas.
Namun, yang jelas, keputusan ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan, Indonesia perlu memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam proses legislasi memiliki landasan yang kuat dan mendapat dukungan luas dari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Puan Maharani, "Pembahasan undang-undang harus memenuhi persyaratan yang ada dan mendapat masukan dari seluruh elemen masyarakat."
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif