BERITASATU.COM | Tak ada yang lebih
membahagiakan bagi Maya Miranda selain melihat para ibu dan anak-anaknya
menjadi pintar dan lebih sejahtera setelah belajar di Rumah Belajar Miranda.
Maya juga yakin, berkat doa 500 murid-murid yang belajar gratis, dia bisa
meraih sukses di bisnis tambang dan properti yang digelutinya.
“Semua orang punya
kesempatan merasakan sesuatu yang mewah,” ungkap Maya Miranda Ambarsari di Jakarta,
pekan lalu.
Ucapan itu akhirnya
keluar dari mulut Maya setelah sebelumnya sulit mengungkapkan kalimat tentang
Rumah Belajar Miranda (RBM) yang didirikannya beberapa tahun lalu.
“Saya melihat, kok ya
saya dikasih kesempatan seperti ini. Apalagi, awalnya enggak mudah mengajak
masyarakat, baik anak-anak dan orang dewasa untuk belajar di sini. Karena,
ibu-ibunya sempat enggak melihat rumah belajar ini penting bagi mereka,” ucap
Maya.
RBM tak langsung
didirikan Maya. Sebelumnya, ibunya yang lebih dahulu mendirikan majelis taklim
di rumah besar mereka di bilangan Sawo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Majelis taklim bernama Ummul Choir itu didirikan untuk mengembangkan sumber
daya ibu-ibu dari golongan masyarakat kelas menengah ke bawah yang berada di sekitar
lingkungan rumah orangtua Maya.
“Dari hanya
pengajian, Majelis Taklim Ummul Choir berkembang menjadi tempat pengembangan
ibu-ibu. Kami buat kelas kecantikan, kelas pengelolaan uang, hingga memberikan
dana pinjaman bergulir maksimal Rp 5 juta yang boleh dikembalikan kapan saja
agar para ibu-ibu ini tidak tergantung pada suaminya,” tutur Maya yang juga
menyediakan kelas yoga untuk ibu-ibu dan gratis.
Bagi Maya, bahagia
rasanya bila ibu-ibu bisa mengembangkan usahanya. “Mereka itu usahanya kecil,
ada yang tukang gorengan, ada yang tukang urut, tukang cuci, dan lain-lain.
Senang bisa membantu. Mereka pegang uang Rp 500.000 saja sudah senang,” ungkap
perempuan kelahiran Jakarta tahun 1973.
Membeli
"Franchise"
Belakangan, Maya
terusik melihat anak-anak mereka yang tidak terurus, sementara ibunya berdagang
atau bekerja. “Sedih aja melihat anak-anak mereka keleleran, sementara ibunya
bekerja. Dari situ, saya terinspirasi membuat rumah belajar dan mendekati para
ibunya agar anak-anaknya belajar di Rumah Belajar Miranda,” cerita Maya.
Tak tanggung-tanggung,
Maya merelakan rumah mewah orangtuanya untuk kegiatan RBM. “Saya enggak mau
kalau anak-anak belajar di garasi. Mereka juga harus punya kesempatan untuk
belajar di tempat yang bagus,” tegas Maya yang menggratiskan sekitar 500
anak-anak belajar di rumahnya.
Tak hanya tempat
belajar yang mewah, kualitas pendidikan dan pengajaran pun diberikan dengan
kualitas terbaik. “Saya panggil guru-guru terbaik. Saya juga membeli beberapa
franchise untuk belajar bahasa Inggris dan matematika lengkap dengan guru-guru
yang di-training sesuai standar franchise tersebut,” tutur Maya.
Cinta Alam
Mengusik lebih jauh
kehidupan Maya, perjalanan bisnisnya dimulai saat ia berhenti menjadi lawyer
dengan posisi terakhir sebagai associate lawyer di Dimhart & Associate Law
Firm, Jakarta, pada 1996.
“Berhenti jadi
lawyer, saya bersama suami mendirikan perusahaan tambang tembaga dan emas di
Banyuwangi, Jawa Timur dengan nama PT Indo Multi Niaga pada 2005,” ungkap
sarjana hukum lulusan Universitas Pancasila dan Master of International
Business, Swinburne University of Technology, Melbourne, Australia ini.
Menjalani bisnis
tambang yang identik dengan dunia laki-laki, Maya mengaku tak gentar. “Saya
pikir, saya juga bisa. Semua bisnis sama, yang penting dijalani harus fokus,
istiqomah,” kata Maya yang tertarik berbisnis tambang karena sumber daya alam
Indonesia di bidang tersebut besar sekali.
Selain harus
bolak-balik ke proyek dan meninggalkan putranya yang masih kecil, tantangan
terberat adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa proyek tambangnya tidak
merusak lingkungan. “Itu luar biasa sekali tantangannya,” kata Maya, yang
sangat mencintai alam, sehingga tak ingin bisnisnya justru merusak alam.
Belakangan,
perusahaan tambangnya diakuisisi pihak lain dan menjadi perusahaan terbuka
dengan nama PT Merdeka Copper and Gold Tbk. Initial public Offering (IPO) telah
dilakukan pada Juni 2015. “Sekarang, perusahaan itu sudah dijalankan oleh
ahlinya. Saya hanya menjadi pemegang saham saja,” kata Maya yang rajin menanam
buah dan sayuran hidroponik.
Sebagai pebisnis,
Maya juga termasuk pebisnis yang tidak aji mumpung. “Saya fokus di satu bisnis.
Setelah bisnis itu mapan, baru saya serahkan ke ahlinya dan saya melirik bisnis
lain,” katanya.
Kini, Maya tengah
gencar menjalankan bisnis properti butik guest house. Menggandeng Elliottii
sebagai operator, Maya memiliki beberapa Elliottii Residence, seperti di Pondok
Indah (empat guest house), di Sawo, Kebayoran Baru, serta di Cisarua, Puncak,
Jawa Barat. Semua butik guest house miliknya disewakan dengan harga yang cukup
murah.
“Di bisnis properti,
saya sekaligus menuangkan passion saya di bidang desain. Jadi, saya beli rumah,
lalu saya bangun kembali dengan desain sesuai selera saya,” ujar penyuka desain
klasik modern ini.
Setelah butik guest
house, berikutnya, Maya akan mendirikan hotel dan kondotel berbintang lima di
kawasan Cisarua, Puncak, Jawa Barat.
“Di kawasan hotel
itu, nanti, kami akan tanami buah dan sayuran hidroponik sebagai penyaluran
hobi saya, sekaligus untuk memasok sayuran tamu hotel,” tandas Maya. (Investor Daily)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif