Aparat Kecamatan Cisarua bekerjasam dengan instansi terkait secara rutin memeriksa rumah kontrakan yang diduga menjadi tempat tinggal orang-orang yang menjalankan praktik prostitusi secara terselubung.
"Kami sudah
datangi satu-satu kontrakannya, saat didata kebanyakan itu warga pendatang,”
ujar Bayu kepada TribunnewBogor.com, Minggu (1/11/2015).
Selain mendata
penghuni rumah kontrakan, tim penertiban juga mengeluarkan imbauan bagi
pengelola rumah agar melakukan pengawasan terhadap perilaku warga pendatang
yang mengontrak.
Harapannya, keamanan
dan kenyamanan daerah Puncak bisa terwujud.
"Kalau yang
ngontrak berpakaian seronok lebih baik diusir ajah. Kami juga sangat bersyukur
jika ada masyarakat yang melaporkan jika ada tempat berkumpulnya PSK, sehingga
bisa segera dilakukan tindakan,” tegas Bayu.
Camat Cisarua sudah
mendengar modus baru praktik prostitusi yaitu warga dari luar Bogor membawa PSK
menggunakan mobil pribadi kemudian mangkal di kawasan Puncak.
"Kami sedang
mengawasi PSK yang mangkal dengan menggunakan mobil, soalnya sulit untuk
membedakan. Jangan sampai kami salah tangkap,” kata Bayu.
Kelompok Penggerak
Pariwisata (Kompepar) Kabupaten Bogor pernah melakukan pendataan Pekerja Seks
Komersial (PSK) di kawasan Puncak sebagai langkah antisipasi masalah sosial
akibat praktik prostitusi.
Berdasarkan pendataan
yang pernah dilakukan oleh Kompepar, terdapat sekitar 200 orang PSK yang
menyebar di daerah Puncak.
Menurut Ketua
Kompepar Kabupaten Bogor, M Teguh Mulyana, para PSK itu secara
sembunyi-sembunyi tetap melayani pria hidung belang.
Mereka tersebar dari
mulai Ciawi, Megamendung hingga Cisarua, Kabupaten Bogor Jawa Barat.
"Rata-rata PSK
ini berusia 17 tahun hingga 35 tahun. Tarif short time minimal Rp 250
ribu," ujar Bowi, sapaan akrab M Teguh Mulyana, Minggu (1/11/2015).
Dari data Kompepar
Kabupaten Bogor tersebut, secara matematis nilai perputaran uang praktik
prostitusi di daerah Puncak bisa jadi mencapai puluhan bahkan ratusan juta
rupiah setiap hari.
Asumsinya, jika
seorang PSK pasang tarif kencan dengan pria hidung belang semalam Rp 250 ribu,
maka 200 PSK di Puncak berpotensi meraup total sekitar Rp 50 juta dari bisnis
esek-esek setiap malam.
Dalam praktiknya,
TribunnewsBogor.com mendapat informasi seorang PSK di Puncak ada yang bisa
melayani hingga tiga orang bahkan lebih lelaki hidung belang yang ingin
memuaskan nafsu birahi.
Bowi mengatakan, saat
ini banyak PSK memilih berdiam diri di dalam rumah kontrakan ketika sedang
tidak melayani pelanggan.
Ketika ada pesanan
dari lelaki hidung belang, PSK tersebut dijemput dari rumah kontrakan kemudian
keluar bersama pelanggannya.
Para PSK di Puncak
membatasi diri karena semakin sering ada operasi rutin anti prostitusi serta
munculnya penolakan dari masyarakat dan alim ulama.
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif