TRIBUNNEWSBOGOR.COM | CISARUA, Kawin kontrak yang hingga kini masih
berlangsung di kawasan Puncak, Jawa Barat selalu menjadi perdebatan.
Sebagian pihak
menilai praktik tersebut tidak merugikan, karena wanita menjalani kawin kontrak
prekonomiannya bisa terbantu.
Tapi sebagian orang
menilai, kawin kontrak justru lebih banyak merugikan khususnya wanita.
“Saya termasuk orang
yang tidak setuju dengan kawin kontrak ini. Coba bayangkan banyak wanita yang
masih umurnya masih muda sudah dikawinkan orang tuanya hanya karena untuk
mendapatkan uang. Padahal setelah itu, anaknya jadi janda karena ditinggalkan
suaminya pulang ke negaranya,” ujar Sony H, warga Kelurahan Cisarua kepada
TribunnewsBogor.com, belum lama ini.
Menurutnya, wanita
yang menjalani kawin kontrak dipaksa harus menikah dalam usia yang masih muda,
mulai dari 16-20 tahun.
Namun demikian, meski
pro kontra soal kawin kontrak di daerah Puncak tidak menyurutkan warga Timur
Tengah untuk berwisata ke kawasan berhawa sejuk itu.
Umumnya warga Timur
Tengah yang melakukan kawin kontrak dengan wanita pribumi berasal dari Arab
Saudi, Maroko, Kuwait, dan Turki.
Masih tumbuh suburnya
praktik kawin kontrak ini tidak lepas dari peran makelar atau calo yang banyak
menyediakan wanita muda untuk dijadikan sebagai istri siri dan melakukan kawin
kontrak.
Para wanita yang
disiapkan untuk kawin kontrak didatangkan dari pelosok-pelosok kampung di
wilayah Kabupaten Bogor, seperti kelurahan Cisarua, Desa Tugu Selatan, Tugu
Utara, di Kecamatan Cisarua termasuk Cianjur dan Sukabumi.
Dari penelusuran
TribunnewsBogor.com, wanita yang disiapkan untuk kawin kontrak umumnya dipilih
dari keluarga yang tingkat prekonomiannya rendah.
Dengan iming-iming
bayaran mulai dari Rp 5-20 juta para orangtua rela melepas anaknya untuk
dikawinkan secara siri dengan pria Timur Tengah.
Para orang tua
berasalan, lebih baik anaknya dikawini secara kontrak oleh turis asal Timur
Tengah daripada tidak bekerja dan hanya berdiam diri di rumah.
”Anak saya sudah
Nggak ngelanjutin sekolah enggak juga bekerja. Ya udah dinikahin saja, minimal
bisa membantu keuangan keluarga,” ujar Ahmad (50), warga Desa Tugu Selatan,
Kecamatan Cisarua, yang sempat menikahkan anak ketiganya untuk dengan seorang turis
asal Arab Saudi.
Meski sekarang
anaknya itu sudah menjadi janda karena kawin kontraknya sudah berakhir, namun
Ahmad mengaku tidak menyesal. “Di kampung mah gampang, tinggal nikah lagi aja,”
ucapnya polos.(*) (Soewidia
Henaldi)
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif