Hal
ini dibuktikan dengan permasalahan air bersih yang kian hari kian parah ini
ditanggapi warga dengan tenang.
Kecuali
ketika adanya isu yang mencuat tentang persoalan THR bagi para ketua Rt/Rw dan
kader PKK desa Citeko sekira senilai Rp40 Jutaan yang diduga diselewengkan
pihak Desa.
Sementara
kondisi Masjid dan Madrasah masih menggunakan air sungai yang penuh limbah
kotoran sapi, mereka tetap tenang.
Bantuan
air bersih yang sedianya buat masyarakat, namun sama aparat Desa khususnya
lurah justru di jual belikan kepada Villa-villa, sehingga merekapun tidak
mendapatkan jatah air bersih, masayarakan desa Citeko pun tetap tenang-tenang
saja.
Permasalahan
air sungai yang mestinya juga bisa di nikmati warga desa Citeko, tapi habis
oleh para pengusaha besar seperti Hotel Seruni, Taman Safari, peternak Sapi,
hingga air sungai pun kering kerontang, berubah menjadi tempat pembuangan
sampah.
Masyarakat
Desa Citeko pun tetap tenang-tenang saja. Biarpun mereka harus mencuci baju,
mencuci piring dari bak air sisa-sisa sungai yang hijau oleh kotoran sapi,
mereka juga tenang-tenang saja.
Begitu
hebatnya pemerintah membangun sebuah masyarakat yang begitu tenang, tanpa
gejolak. Biarpun suara bising mereka terdengan disetiap gang desa. Namun tidak
ada usaha untuk melakukan sesuatu.
Terakhir,
saat uang THR Ketua RT/RW dan kader PKK/Posyandu beserta Hansip tahun ini tidak
diberikan, karena ternyata juga dimakan oleh aparat Desa pun mereka juga
tenang-tenang saja. hebat. Itulah satu kata yang patut di ucapkan. Tuhan tidak
akan merubah nasib umatnya, bila umat itu sendiri tidak mau merubah.
Tapi,
itulah yang terjadi di desa yang kelak akan menghadapi tantangan alam lebih
berat. Air sungai telah hilang, dijarah raksasa-raksasa pengusaha yang
berselingkuh dengan penguasa.
Sumur-sumur
pun kering karena habis oleh sumur-sumur dalam Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMKG) dan villa – villa setempat.
Mata
Air di kuasai oleh para pemuja harta. Air adalah kebutuhan yang sangat penting
bagi kehidupan. Tapi masayarakat Desa Citeko hanya menikmati Sisa-sisa air itu.
Sisa dari para Pengusaha Hotel Seruni dan Taman Safari, sisa dari lubang anus
dan kencing sapi-sapi para peternak di desa tentangga. Sampai hari ini hanya
keluhan dan pasrah yang bisa dilakukan.
Negara
ada dimana saat masyarakat menghadapi masalah seperti ini. Biarpun hal –hal
seperti ini juga banyak terjadi di belahan lahan Negara Indonesia merdeka.
"Sepertinya
mereka asik dengan permainan mereka sendri. Lalu saat engkau mengatakan mereka
adalah saudara-saudara kalian, bisakah mereka mengatakan engkau (Penguasa dan
pemegang harta) sebagai saudaranya," kata saudara hanya menjadi bahasa
pantun yang tidak saling bersahut. Miris dan "ngeri"nya hidup di
tengah masyarakat yang penuh dengan ketenangan.
Bencana
sudah tidak menjadi bencana lagi. Karena, sudah terjadi setiap hari. Dan itu
adalah bagian hidup dari mereka. Karena mereka tidak mau berusaha dan bergerak.
(cj)
Sumber : beritabogor
Sumber : beritabogor
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif