Pengaku Imam Mahdi Diduga Teroris
CISARUA-
Satu per satu riwayat hidup Muhammad Sihabudin alias Abud (55), sang "Imam
Mahdi Puncak" mulai terbongkar. Menurut informasi, sebelum mengaku menjadi
juru selamat, warga Kampung Leuwimalang, RT 01/01, Desa Leuwimalang, Kecamatan
Cisarua ini ternyata anggota Negara Islam Indonesia (NII). Terkait itu,
sejatinya Abud pernah mendalam diperiksa Polres Bogor beberapa waktu lalu. Abud
sempat disangka teroris.
“Yang
bersangkutan merupakan anggota NII. Enggak tahu, sampai sekarang masih atau
tidak,” ungkap Kasi Trantib Kecamatan Cisarua Hendayana, kemarin. Menurut
Hendayana, Abud eksis dengan makar ini sejak 1984. Hingga kini, pihak kecamatan
masih menunggu hasil lidik Satreskrim Polres Bogor berikut menunggu keputusan
MUI Kabupaten Bogor. “Kita masih menunggu keputusan finalnya seperti apa.
Sementara situasional wilayah kondusif dan aman,” katanya.
Terpisah,
Camat Cisarua Teddy Pembang menegaskan, saat ini pihaknya masih melakukan
pemantauan aktivitas jemaat Abud. “Kita masih dalam pemantauan. Tapi, hari ini
jemaat yang masih saudara dekat Abud menghadap saya dan meminta maaf atas
mencuatnya kasus ini,” katanya.
Kini
seluruh jemaat Abud berjumlah 172 orang. Mereka sudah bertobat dan berjanji
tidak meyakini bahwa Abud adalah Imam Mahdi. “Mereka sudah tobat dan minta
maaf. Hanya untuk Abud masih dalam penyelidikan polisi, kita menunggu
hasilnya,” tandasnya.
Sementara,
ketika dikonfirmasi, Abud tidak menampik kabar jika dirinya sempat menjadi
anggota NII. Namun Abud menegaskan bahwa dirinya sudah tidak pernah bergabung
lagi dengan kelompok makar tersebut.
Meski
bergabung, Abud mengaku tidak memiliki jabatan khusus ketika menjadi anggota
NII. Abud dan kakaknya memang sempat menjadi buruan polisi. Untuk menghilangkan
jejak, mereka berpindah-pindah tempat, hingga ke daerah Menteng Dalem, Tebet,
Jakarta Selatan.
Namun
tetap saja pergerakan Abud dan sang kakak tercium Badan Koordinasi Intelijen
Nasional (BAKIN)-sekarang Badan Intelejen Negara (BIN). Abud bersama kakaknya
pun dijebloskan ke sebuah penjara di Jalan Senopati Blok M, Kebayoran
Lama. “Selama dua tahun saya dipenjara,”
ungkap bapak sebelas anak itu.
Sedangkan
sang kakak dipenjara dengan masa hukuman tujuh tahun. Abud menambahkan, saat
dipenjara, banyak dari pengikut NII yang ditahan. Lebih dari seratus orang tak
luput terjaring petugas BAKIN. Banyak yang ditangkap banyak juga yang
dibebaskan. Setelah dua tahun mendekam dalam jeruji besi, akhirnya Abud
dibebaskan tanpa syarat karena dirinya tidak terbukti memiliki kesalahan.
Setelah bebas, Abud kembali ke Cisarua dan menunggu kedatangan sang kaka sambil
berumah tangga.
Lima
tahun setelah itu sekitar tahun 1987, Oles menghirup udara segar dan kembali
menemui Abud di Cisarua. “Itu masa-masa pahit, kami sudah melupakannya,” tutur
kakek yang kini memiliki satu orang cucu. (yaz/yus)
Sumber : JPNN
إرسال تعليق
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif