METROPOLITAN.ID | Harap-harap camas. Begitulah perasaan sejumlah pedagang di Puncak. Kios-kios yang berdiri di daerah miliki jalan (Damija) sudah ditandai. Mereka tinggal menunggu waktu penggusuran. Sementara, mereka juga belum mendapat kepastian relokasi. Bersamaan dengan itu, perwakilan pedagang di Kampung Ciburial mengadakan pertemuan untuk membicarakan nasib mereka pasca didepak dari jalan Raya Puncak.
Sekitar 150 perwakilan Pedagang Kaki Lima (PKL) dari 1.300 pedagang di sepanjang Jalan Raya Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor, berkumpul di Sekretariat Pengurus Anak Cabang (PAC) Repdem Kabupaten Bogor, baru-baru ini.
Mereka membahas surat edaran yang dikeluarkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang minta mengosongkan tempat usaha karena akan dilakukan penggusuran besar-besaran pada Senin (5/8).
“Hasil pembahasan rapat dengan para perwakilan PKL sepanjang jalur Puncak, Cisarua, kami menyatakan menolak penggusuran,” ujar pedagang kuliner Tugu Utara, Cisarua, Pepen (45).
Menurutnya, selama ini pemerintah daerah justru gagal memandirikan masyarakat kecil. Sehingga, yang terjadi hanya mampu mematikan usaha mandiri rakyat dengan penggusuran.
“Kami para PKL merasa tidak dimanusiakan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor cuma jadi tukang gusur dan membunuh kami mencari nafkah. Semestinya kalau dalih pembangunan, kami para PKL diberikan relokasi terlebih dahulu. Tapi ini tidak. Surat edaran Satpol PP hanya menyebutkan penggusuran. Di mana peran Pemkab Bogor mengentaskan kemiskinan warga gakin?” kesalnya.
Saat PKL gelar rapat tentang penggusuran Satpol PP, hadir Ketua DPC Repdem Kabupaten Bogor Dody Achdi Suhada dan jajaran pengurus. Para aktivis Repdem ini juga coba meredakan emosi para PKL agar tidak menggelar unjuk rasa, tetapi mendahulukan dialog dengan Pemkab Bogor.
“Senin besok kami Repdem Kabupaten Bogor dan para wakil PKL Cisarua akan menggelar dialog terlebih dahulu menanggapi seruan penggusuran Satpol PP. Tuntutan kami, harus ada relokasi, bukan asal menggusur saja,” katanya.
Sebab dari 1.300 pedagang, tidak semua pedagang diakomodasi pemerintah. Ini yang membuat pedagang geram dan meminta Repdem agar mendampingi para pedagang. “Kenapa rakyat kecil yang memberdayakan ekonomi sendiri malah mau dirampas haknya? Jadi harus ada relokasi terlebih dahulu,” tegas Dody Achdi Suhada.
Dia juga mempertanyakan dalih Pemkab Bogor melakukan penggusuran mengatasnamakan pemerintah. Dodi mencontohkan riwayat Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi kepala daerah Solo dan DKI Jakarta. Dalam penataan PKL, dirinya mendahulukan relokasi atau tempat usaha baru gratis.
“Nah, ini sangat beda dengan yang dilakukan Pemkab Bogor. Bisanya cuma menggusur, tapi solusi relokasi tidak disampaikan kepada PKL. Pemkab pun mengatasnamakan pemerintahan Jokowi. Kami Repdem Kabupaten Bogor yang juga mengawal dan mendukung Jokowi, meragukan alasan penggusuran PKL atas nama pemerintah pusat,” tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah daerah telah meminta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menampung pedagang Puncak. Sekjen PHRI Kabupaten Bogor Junaedi mengatakan, pihaknya hanya menyanggupi menampung dua pedagang per hotel yang bergabung di PHRI.
Artinya, dengan jumlah keanggotaan PHRI yang mencapai 300 hotel, maka hanya 600 pedagang yang bisa tertampung. “Itu pun harus mereka yang ber-KTP Bogor yang bisa kami terima,” kata Junaedi. (reza/c/feb/run).
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif