BIDIKNUSANTARA.COM | Salah satu masyatakat setempat,
Masjoeki menilai,sudah menjadi hal biasa di NKRI ini bila ada aksi setelah ada
peristiwa oleh aparat terkait, namun yang dibutuhkan adalah pencegahan yang
dibutuhkan.
Kalau sesaat ya biasanya di NKRI
itu hal yang biasa menjelang reda tanggapan dan/atau protes warga sampai
dengan munculnya hal yang baru. Atas tragedi selarong diperlukan ketegasan
Polri dan Dishub tentang pemberian izin layak dengan standar yang jelas serta
dengan mentalitas orang yang ada di dishub supaya tidak main mata pada saat kir
kendaraan.
Hal lain diungkapkan Abi Anom
yang mengatakan bahwa intinya warga puncak khususnya sudah gerah dengan aturan
Lantas di jalur puncak yang sembrawut.
"Intinya kami warga puncak
khususnya sudah merasa gerah dengan aturan lantas di jalur puncak yang
semberaut, sudah macet ada pengawal liar. Sementara warga kami sekalipun sakit
yang meninggal sampai mau nikah tidak ada polisi yang ngawal. Maaf bukan karena
di tambah sering ada tragedi yang di sebabkan bus, bulan-bulan ini menjelang
puasa kami tokoh ulama tokoh masyarakat dan santri jalur puncak akan mendatangi
Polres Bogor dan Dishub,"katanya.
Sunyoto juga mengungkapkan, tidak
ada jalan lain selain menambah jalan di puncak, jalan alternatif utara selatan.
Lebarkan jalan raya puncak, bangun trotoar, remajakan Angkot diganti yang lebih
memadai, dikelola oleh pemkab, pemilik angkot sebagai penyaham,"sarannya.
Hari ini kata Sunyoto, 34 ribu
kendaraan masuk wilayah puncak. "Apakah cukup lebar jalan raya
puncak menampung itu semua jika tidak di bangun jalan alternatif baru
yang memadai,"tegasnya.
Hal senada juga disampaikan
Oktora, jalan dilebarkan dan fungsikan uang pajak jalan, upeti kembali buat
masyarakat.
"Lebarkan jalan, pungsikan
uang pajak jalan, upeti kembali buat masyarakat,"tandasnya. (sumburi)
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif