HALLOBOGOR.COM | Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemen-Polhukam) Republik Indonesia bersama Imigrasi mengadakan rapat koordinasi terbatas (Rakortas). Rakortas bertempat di Pendopo Bupati, Cibinong, Kamis (12/1/2017).
Isu utama Rakortas membahas penempatan pencari suaka dan pengungsi agar keluar dari kawasan wisata Puncak, Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pasalnya, kehadiran imigran di Puncak kerap menimbulkan masalah.
Bupati Bogor, Nurhayanti mengatakan, hasil yang dirumuskan dari rapat, yaitu akan melakukan pendataan ulang dan sosialiasasi agar warga dari Timur Tengah fan negara lainnya yang mencari suaka di wilayah selatan Kabupaten Bogor itu tidak boleh bekerja dan membuka usaha serta meminta menjaga perilaku mereka.
“Alhamdullilah ada titik terang untuk melakukan langkah konkret untuk mengurusi masalah imigran. Semoga ke depan mengembalikan Puncak sebagai tujuan wisata,” katanya.
Selain itu, Nurhayanti meminta kepada masyarakat di kawasan wisata Puncak agar tidak menyewakan rumahnya untuk ditinggali para imigran. Hal itu agar tidak ada gesekan sosial di tengah masyarakat.
“Makanya, peran masyarakat juga sangat penting biar gesekan tidak terjadi, yakni dengan tidak menyewakan rumah mereka ke para imigran,” tegasnya.
Sementara, Asisten Deputi Bidkoor Penangan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa Kemen-Polhukam, Brigjen Pol Drs. Chairul Anwar, menyatakan, jumlah imigran yang berada di Indonesia sekitar 14.191 orang.Menurut data dari imigrasi, jumlah imigran yang berada di kawasan Puncak sebanyak 1.666 orang.
Sehingga dengan kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan, karena jumlah mereka akan bisa bertambah banyak bila penanganan dari Pemerintah Daerah dan lembaga-lembaga terkait tak dilakukan.
“Tidak ada payung hukum untuk menangani masalah imigran. Namun Pemerintah Daerah sebagai lembaga terkait, harus bersama-sama mencari solusi agar Indonesia tidak dijadikan tempat untuk kunjungan para imigran,” ungkap Chairul Anwar.
Ia juga meminta kepada Pemkab Bogor menyediakan lahan atau bangunan untuk menampung para imigran tersebut walupun tidak dalam satu tempat. Dengan begitu, efek negatif dari para imigran tersebut tidak masuk ke dalam kehidupan masyarakat sekitar.
“Efek negatifnya masalah sosial, seperti nikah siri yang kerap terjadi dan juga paham radikalisme,” tukas Chairul Anwar.
Seperti diketahui, perbedaaan perilaku dan kebiasaaan imigran dengan penduduk lokal kerap menyulut masalah di lingkungan masyarakat.
Pemkab Bogor sendiri telah membentuk Tim Pora dengan hasil pendataan sekitar 1.500 imigran yang berdomisili di kawasan Cisarua. Mereka melakukan aktivitas membuka usaha dan bekerja, bahkan pernah ditemukan katinon bersama BNN,
Rakortas ini juga dihadiri Ari Tri (Dir Intel Imigrasi Kemenkum Ham RI), Budi Prayitno (Dirwasbakim Ditjen Imigrasi), Nur Ibrahim (Dir. HAM dan Kemanusiaan Kemenlu RI), Adang Suptandar (Sekda Kab. Bogor), AKBP Andi Moch. Dicky Pastika Gading (Kapolres Bogor), Mayor Arm Purnomo (Kasdim 0621/Kab. Bogor), Mr. Mark Betchell (IOM Indonesia), Nurul Rochayati (UNHCR Indonesia), Dian Setiawan (Kasubdif UPO dan KTK Kemensos RI), Arie Sabir (KSB PK dan POA), Teddy Pembang (Kakesbangpol Kab. Bogor), Herman Lukman (Kepala Imigrasi Bogor), Roy Khoerudin (Kadinsos Kab. Bogor), Muspika Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung. (cep)
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif