Publikasi Kinerja Badan Ketahanan Pangan Dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan (Bkp5k) Kabupaten Bogor



“Rehabilitasi Hutan dan Lahan Melalui Kegiatan Penanaman Hutan Rakyat untuk Kabupaten Bogor yang Lebih Hijau dan Lestari”

KUPASMERDEKA.COM | Fenomena perubahan iklim yang terjadi antara lain berupa cuaca yang ekstrim dimana salah satunya sulit menentukan musim kemarau dan musim hujan, terjadinya banyak kasus bencana alam berupa banjir atau kekeringan yang panjang, menjadi suatu pertanda adanya ketidakseimbangan alam yang terjadi. Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang terkenal sebagai area yang hijau dengan curah hujan tinggi pun mengalami dampak perubahan iklim tersebut. Tingginya curah hujan yang kurang diimbangi dengan daya serap air ke dalam tanah, membuat air lebih banyak terlimpas dan terbuang ke daerah yang lebih rendah.

Saat ini terdapat 108 dari 17 ribu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia dalam kondisi memprihatinkan dan wajib diselamatkan karena terkategori rawan. DAS tersebut dibagi dalam dua kategori yakni DAS yang akan dipulihkan melalui penghijauan dan reboisasi serta yang hanya dipertahankan daya dukungnya.

Dipandang dari aspek regional, Kabupaten Bogor memiliki fungsi sebagai daerah penyangga bagi DKI Jakarta yaitu pengembangan pemukiman perkotaan sebagai bagian dalam sistem Metropolitan (Jabodetabek), sebagai daerah konservasi berkenaan dengan posisi geografis di bagian hulu dalam sistem tata air, dan sebagai daerah pengembangan pertanian khususnya holtikultura. Sedangkan secara konstelasi regional, Kabupaten Bogor bagi Pemerintah Pusat merupakan Kawasan Andalan dan Kawasan Konservasi.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 591.5/Kep.802-Yansos/2014 tanggal 14 Juni 2014 tentang Penetapan Data dan Peta Lahan Kritis Propinsi Jawa Barat Tahun 2013, lahan kritis di Kabupaten Bogor seluas 9.660,62 Ha. Hal ini terjadi antara lain akibat manajemen pengelolahan lahan yang tidak sesuai peruntukan, tingginya alih fungsi lahan, dan berkurangnya jumlah tegakan pohon yang dibutuhkan.

Guna menekan laju kerusakan lingkungan dan merehabilitasi lingkungan yang sudah rusak diperlukan upaya yang nyata dan serius dalam pengelolaan sumber daya hutan dan lahan dengan melibatkan semua pihak yang terkait melalui pemberdayaan masyarakat berupa upaya percepatan pembuatan hutan rakyat. Hutan Rakyat adalah hutan buatan, bukan hutan alam dan terletak di luar kawasan hutan yang dimiliki oleh rakyat baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam pembangunan hutan rakyat agar diperoleh hasil dan kualitas yang baik, maka diperlukan pengelolaan yang terintegrasi mulai dari perencanaan pembuatan hutan rakyat hingga pemasaran hasil hutannya.

Dalam pembangunan bidang Pertanian dan Kehutanan di Kabupaten Bogor, masyarakat merupakan subyek dalam pelaksanaannya. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, lahan kosong dan lahan tidak produktif melalui pembangunan hutan rakyat, melibatkan partisipasi masyarakat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pemasaran hasil produksi.

Usaha penanaman di lahan kritis dan kosong serta lahan yang tidak produktif baik di dalam dan di luar kawasan hutan merupakan salah satu usaha untuk memulihkan kondisi DAS yang kritis. Upaya penanaman dilakukan dengan menggunakan tanaman kehutanan maupun tanaman serbaguna (Multi Purpose Tree Species) seperti pohon nangka, durian, rambutan, alpukat dan lain-lain. Selain ditujukan untuk perbaikan kondisi DAS, penanaman lahan kritis dan kosong dapat diambil manfaat lainnya yaitu berupa kayu, buah, daun dan udara yang bersih.

Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu prioritas program pembangunan di sektor kehutanan yang bertujuan untuk menunjang pemenuhan bahan baku industri, peningkatan kualitas lingkungan, pelestarian sumber daya hayati serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan. Produktivitas hutan rakyat perlu terus ditingkatkan mengingat masih banyak tegakan terlantar, lahan kritis dan lahan tidak produktif yang perlu dimanfaatkan. Keberhasilan program hutan rakyat perlu ditunjang dengan perencanaan pembenihan secara terpadu dan ditangani secara sungguh-sungguh oleh semua pihak yang terkait.

Saat ini masyarakat menanam tanaman hutan dan MPTS masih terkendala oleh ketidakmampuan untuk memperoleh bibit yang berkualitas. Masyarakat masih mengandalkan tanaman bibit yang berasal dari biji atau benih asalan. Bibit yang berasal dari benih asalan memiliki karakteristik yaitu belum tentu memiliki daya tumbuh baik, memerlukan waktu lebih panjang untuk berproduksi atau bila berproduksi kualitas maupun kuantitas hasilnya kurang memuaskan.

Keberhasilan penanaman ditentukan oleh adanya ketersediaan jumlah dan mutu bibit. Bibit dikategorikan berkualitas jika bibit mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Bibit yang berkualitas dapat dihasilkan dari sumber benih suatu tegakan di dalam dan di luar kawasan hutan.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, pemerintah sebagai regulator perlu merumuskan kebijakan yang mampu menyediakan bibit berkualitas yang dibutuhkan masyarakat serta mampu memenuhi pasokan bibit untuk reboisasi, penghijauan DAS dan lahan kritis. Guna mendukung hal tersebut maka dilakukan suatu kegiatan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yaitu pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR).

Aspek pembenihan merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penanaman yang sangat berpengaruh terhadap kualitas tegakan di lapangan. Penyediaan benih bermutu memerlukan perencanaan secara terpadu baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Benih dan bibit yang bermutu tinggi dapat diperoleh melalui serangkaian program pemuliaan guna meningkatkan kualitas genetik di sumber-sumber benih dan bibit antara lain pada tegakan benih, areal produksi benih atau kebun benih. Penerapan teknologi penanganan benih secara tepat merupakan faktor yang sangat penting. Suksesnya penyediaan dan penggunaan benih dan bibit yang bermutu dalam pembangunan hutan rakyat perlu didukung oleh sistem sertifikasi benih dan sistem regulasi yang tertata dengan baik.

Kabupaten Bogor melalui Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) melaksanakan kegiatan penanaman melalui program Pendukung Pengembangan Hutan Kemasyarakatan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain berupa pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan pengayaan jenis tanaman di hutan rakyat.  Kebun bibit rakyat merupakan kebun bibit yang dikelola oleh kelompok masyarakat melalui pembuatan bibit sebagai berbagai jenis tanaman hutan dan/atau tanaman serbaguna guna (MPTS) yang pembiayaan dapat bersumber dari dana pemerintah atau non pemerintah. Kebun bibit rakyat ini dikelola oleh kelompok masyarakat pelaksana Hutan Rakyat yang mempunyai tugas untuk menyusun rencana, melaksanakan dan mengawasi pembangunan Hutan Rakyat.

Para petani hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) juga dibekali pengetahuan dan ketrampilan melalui pelatihan dan bimbingan teknis. Tahun 2016 kegiatan bimbingan teknis bagi Kelompok Tani Hutan dalam mendukung penanaman hutan rakyat dilaksanakan di  8 (delapan) kelompok yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu:

Tabel Kelompok Peserta Bimtek Pendukung Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Bogor Tahun 2016

NoKegiatanKecamatanDesaKelompok
1.KakisuCaringinPasir BuncirBersaudara I
2.PembibitanCariuKarya MekarSukamaju
3.Perlindungan Mata AirCijerukSukaharjaLindung Harapan
4.Budidaya BambuJonggolSukajayaCisewu I
5.Rehabilitasi DAS/HRMegamendungCipayung GirangHarapan Kita
6.Rehabilitasi DAS/HRMegamendungKutaBudidaya Tani
7.SVLKJasingaPangradinWana Alam
8.SVLKSukamakmurPabuaranTani Jaya
Kegiatan bimbingan teknis meliputi penanaman kanan kiri sungai, pembibitan tanaman hutan dan MPTS, perlindungan mata air, budidaya bambu, rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)/Hutan Rakyat (HR), dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Kegiatan pembibitan dilakukan untuk mendukung penyediaan bibit yang berkualitas yang dibutuhkan masyarakat serta mampu memenuhi pasokan bibit untuk penanaman di lahan kritis. Hal ini selaras dengan program pemerintah untuk memperbaiki DAS, dimana  beberapa permasalahan yang terjadi di DAS adalah degradasi hutan dan lahan, tanah longsor, banjir, erosi, sedimentasi di sungai/saluran/waduk/danau serta pencemaran air dan tanah.

Alasan pemilihan bambu sebagai salah satu jenis tanaman yang dibudidayakan selain jenis tanaman MPTS dikarenakan bambu merupakan sumber penghasil non kayu yang dapat tumbuh dengan cepat dan merupakan tanaman pengganti kayu dari hutan tropis yang saat ini sudah sangat berkurang akibat dari permintaan yang sangat besar dari sektor industri. Oleh karena itu perhatian terhadap produksi bambu mulai meningkat di semua benua baik Asia, Afrika, maupun Amerika. Bambu merupakan tanaman penghijauan yang istimewa. Walaupun termasuk ke dalam jenis rerumputan dengan batang berongga, beruas-ruas dan berakar serabut namun bambu adalah penyerap polutan yang handal, pengikat dan pemfilter air yang baik dan yang pasti juga penghasil oksigen yang besar. Bambu mampu  menurunkan suhu yang ada disekitarnya dan mampu tumbuh hingga berada di ketinggian 3800 mdpl.

Kelompok tani hutan juga diberi wawasan tentang SVLK. SVLK memastikan agar industri kayu mendapatkan sumber bahan baku dengan cara legal dari suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan (SDH) yang lestari, yang mengindahkan aspek legalitas, pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management), dan tata kelola pemerintah yang transparan dan akuntabel. SVLK muncul untuk mengatasi pembalakan liar dan mempromosikan kayu legal di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap legalitas kayu yang diekspor.


Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama