METROPOLITAN.ID | Kawasan Puncak Bogor nampaknya punya magnet tersendiri. Kali ini bukan cuma soal bisnis Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menjamur, tapi juga menjadi surganya motor-motor bodong. Ini terungkap berdasarkan hasil operasi razia polisi sekaligus pemburuan petugas terhadap peredaran motor tak bersurat.
Kepolisian Resor (Polres) Bogor terus memburu pelaku jual beli motor bodong. Lewat operasi rutin, Polres Bogor berhasil memboyong 126 unit kendaraan bermotor dari berbagai merek tanpa surat alias bodong.
Kebanyakan, kendaraan itu hasil razia polisi di kawasan Puncak dan Nanggung yang kerap menjadi surganya motor bodong. “Dari hasil operasi sebulan ini memang kebanyakan di wilayah Nanggung dan Puncak ke atas,” ungkap Wakapolres Bogor Kompol Dian Setyawan.
Menurutnya, setiap pembeli maupun penjual motor bodong bisa terancam pidana dengan hukuman lima tahun penjara. “Selain kendaraan bodong, kami juga berhasil mengamankan lima pencuri dan 26 penadah selama September 2016. Sebagian penadahnya masih berada di polsek,” ujarnya saat ekspos di halaman Polres Bogor, kemarin.
Selanjutnya, untuk pencuri dikenakan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan ancaman kurungan penjara sembilan tahun. Sementara, penadah dikenakan Pasal 480 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Dian juga mengaku akan terus melakukan razia secara konsisten setiap hari untuk menjaring motor-motor bodong.
“Jumlah tersangka penadah yang sudah diproses saat ini ada 15 orang dan yang sudah dilimpahkan ada tiga tersangka, sisanya masih dalam penelusuran. Masyarakat Kabupaten Bogor jangan membeli motor bodong karena pengguna motor bodong akan kami proses sebagai penadah atau pertolongan jahat Pasal 480 KUHP. Untuk yang terlanjur atau merasa membeli silakan lapor ke polisi,” tegasnya.
Salah seorang warga Cisarua, Darmin, mengakui banyak motor tanpa surat yang dijual. Biasanya harga yang dijual berkisar di angka Rp1 juta. Menurutnya, kebanyakan motor tersebut dijual ke warga kampung yang jauh dari perkotaan. “Kalau orang desa kan yang penting murah. Lagian paling cuma dipakai buat ke kebun atau sawah,” terangnya.
Ia pun tak menampik jika wilayah Puncak disebut surganya motor bodong. “Memang banyak kalau di kampung-kampung gitu. Biasanya mereka jual belinya pakai akses jalan tikus,” tuturnya.
Sementara itu, dari ratusan motor yang telah terjaring, polisi akan melakukan pemeriksaan seperti nomor rangka dan nomor mesin. Selanjutnya, petugas akan meng-upload ke situs web Polres Bogor untuk memudahkan masyarakat mendapat informasi tentang temuan kendaraan bermotor. “Bagi pengendara yang pernah kehilangan dan motornya berhasil kami amankan bisa mengambil kendaraannya dengan membawa surat kepemilikan yang sah ke Polres Bogor,” lanjut Dian.
Saat ini, ia melanjutkan, curanmor mendominasi 30-40 persen dari kasus kejahatan yang terjadi. Jika penanganannya hanya mengandalkan penangkapan pencuri, hasilnya tidak signifikan. Sebab, pencuri hanya bisa diproses berdasarkan laporan polisi sesuai barang bukti yang didapat.
Selama ini, para pengguna motor bodong masih bebas berseliweran menggunakan motor yang mereka beli dengan harga sangat murah. Kondisi itu dinilai menjadi salah satu penyebab tingginya angka curanmor. Sehingga, perlu dilakukan penindakan terhadap pengguna dan penadah motor bodong.
“Dengan melakukan proses hukum terhadap pengguna motor bodong kami berharap masyarakat tak lagi membeli atau menggunakannya. Secara tidak langsung, efeknya akan mengurangi angka pencurian karena pemetik kesulitan menjual motor bodongnya,” terang Dian.
Untuk itu, dirinya menegaskan bahwa menggunakan motor bodong adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat diproses secara hukum. Dian meminta kepada masyarakat untuk tidak membeli dan menggunakan motor bodong. “Masalah curanmor ini menjadi prioritas utama. Kami juga sudah menyosialisasikan kepada masyarakat melalui spanduk, media sosial dan media massa agar masyarakat lebih paham,” tandasnya. (fin/c/feb/wan)
sumber
Kepolisian Resor (Polres) Bogor terus memburu pelaku jual beli motor bodong. Lewat operasi rutin, Polres Bogor berhasil memboyong 126 unit kendaraan bermotor dari berbagai merek tanpa surat alias bodong.
Kebanyakan, kendaraan itu hasil razia polisi di kawasan Puncak dan Nanggung yang kerap menjadi surganya motor bodong. “Dari hasil operasi sebulan ini memang kebanyakan di wilayah Nanggung dan Puncak ke atas,” ungkap Wakapolres Bogor Kompol Dian Setyawan.
Menurutnya, setiap pembeli maupun penjual motor bodong bisa terancam pidana dengan hukuman lima tahun penjara. “Selain kendaraan bodong, kami juga berhasil mengamankan lima pencuri dan 26 penadah selama September 2016. Sebagian penadahnya masih berada di polsek,” ujarnya saat ekspos di halaman Polres Bogor, kemarin.
Selanjutnya, untuk pencuri dikenakan Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan ancaman kurungan penjara sembilan tahun. Sementara, penadah dikenakan Pasal 480 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Dian juga mengaku akan terus melakukan razia secara konsisten setiap hari untuk menjaring motor-motor bodong.
“Jumlah tersangka penadah yang sudah diproses saat ini ada 15 orang dan yang sudah dilimpahkan ada tiga tersangka, sisanya masih dalam penelusuran. Masyarakat Kabupaten Bogor jangan membeli motor bodong karena pengguna motor bodong akan kami proses sebagai penadah atau pertolongan jahat Pasal 480 KUHP. Untuk yang terlanjur atau merasa membeli silakan lapor ke polisi,” tegasnya.
Salah seorang warga Cisarua, Darmin, mengakui banyak motor tanpa surat yang dijual. Biasanya harga yang dijual berkisar di angka Rp1 juta. Menurutnya, kebanyakan motor tersebut dijual ke warga kampung yang jauh dari perkotaan. “Kalau orang desa kan yang penting murah. Lagian paling cuma dipakai buat ke kebun atau sawah,” terangnya.
Ia pun tak menampik jika wilayah Puncak disebut surganya motor bodong. “Memang banyak kalau di kampung-kampung gitu. Biasanya mereka jual belinya pakai akses jalan tikus,” tuturnya.
Sementara itu, dari ratusan motor yang telah terjaring, polisi akan melakukan pemeriksaan seperti nomor rangka dan nomor mesin. Selanjutnya, petugas akan meng-upload ke situs web Polres Bogor untuk memudahkan masyarakat mendapat informasi tentang temuan kendaraan bermotor. “Bagi pengendara yang pernah kehilangan dan motornya berhasil kami amankan bisa mengambil kendaraannya dengan membawa surat kepemilikan yang sah ke Polres Bogor,” lanjut Dian.
Saat ini, ia melanjutkan, curanmor mendominasi 30-40 persen dari kasus kejahatan yang terjadi. Jika penanganannya hanya mengandalkan penangkapan pencuri, hasilnya tidak signifikan. Sebab, pencuri hanya bisa diproses berdasarkan laporan polisi sesuai barang bukti yang didapat.
Selama ini, para pengguna motor bodong masih bebas berseliweran menggunakan motor yang mereka beli dengan harga sangat murah. Kondisi itu dinilai menjadi salah satu penyebab tingginya angka curanmor. Sehingga, perlu dilakukan penindakan terhadap pengguna dan penadah motor bodong.
“Dengan melakukan proses hukum terhadap pengguna motor bodong kami berharap masyarakat tak lagi membeli atau menggunakannya. Secara tidak langsung, efeknya akan mengurangi angka pencurian karena pemetik kesulitan menjual motor bodongnya,” terang Dian.
Untuk itu, dirinya menegaskan bahwa menggunakan motor bodong adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat diproses secara hukum. Dian meminta kepada masyarakat untuk tidak membeli dan menggunakan motor bodong. “Masalah curanmor ini menjadi prioritas utama. Kami juga sudah menyosialisasikan kepada masyarakat melalui spanduk, media sosial dan media massa agar masyarakat lebih paham,” tandasnya. (fin/c/feb/wan)
sumber
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif