“Biar untuk ruang
publik saja, untuk menikmati pemandangan segala macam, enggak boleh ada
bangunan. Kita harus konsisten, kalau tata ruangnya enggak boleh, sekalipun
punya kita, walaupun punya pemprov, bongkar,” kata Deddy Mizwar di Bandung,
Jumat, 11 Maret 2016.
Deddy menjelaskan,
restoran Rindu Alam merupakan aset pemerintah yang dikerjasamakan dengan pihak
ketiga dengan skema pinjam-pakai BOT (build-operate-transfer). Setahun lalu,
menurut Deddy, kontrak kerja sama itu berakhir. "Pengelolanya saat ini
diberi waktu setahun ini untuk menyiapkan kepindahannya," tuturnya.
Menurut Deddy,
pembongkaran restoran Rindu Alam sengaja dilakukan agar menjadi contoh bagi
pemilik bangunan di kawasan Puncak, yang pembangunannya menyalahi peruntukan
tata ruang. “Harus dimulai dari diri kita. Jadi kita menghadapi orang yang
melanggar enak,” ucapnya.
Deddy mengatakan
penertiban vila-vila di kawasan Puncak oleh pemerintah Kabupaten Bogor, yang
sempat terhenti, bakal dilanjutkan. Dia mengaku sudah bertemu dengan Gubernur
DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk membahas kelanjutan penertiban itu.
“Kemarin kan terhenti
karena dananya enggak ada lagi. Sesuai dengan usulan Bupati Bogor, meminta
anggaran lagi kepada DKI untuk melanjutkan penertiban di sana,” tutur Deddy.
Menurut Deddy, Ahok
bersedia mendanainya dan meminta Bupati Bogor secepatnya mengirim proposal
untuk pengajuan anggaran penertiban vila-vila di kawasan Puncak. Pemprov DKI
Jakarta, kata Deddy, bersedia mendanai itu dalam kerangka kerja sama Badan
Koordinasi Kerja Sama Pembangunan Jabodetabekjur antara Banten, DKI, dan Jawa
Barat.
“Barangkali sebelum
Waduk Sukamahi dan Ciawi jadi, dapat mengurangi debit air yang turun ke
Katulampa dan DKI. Minimal daerah-daerah resapan berfungsi kembali,” kata
Deddy.
Asisten Daerah Bidang
Administrasi Pemerintahan Jawa Barat Solihin membenarkan aset pemerintah
provinsi, Restoran Rindu Alam di Puncak Pas, telah berakhir kontrak kerja sama
pinjam-pakainya setahun lalu. “Itu Restoran Rindu Alam yang pertama di Puncak
Pas, perbatasan Cianjur-Bogor,” ucapnya kepada Tempo, Jumat, 11 Maret 2016.
Solihin mengatakan,
saat pertama kali dibangun, kawasan Puncak tidak seramai saat ini. Teknis
merobohkan bangunan restoran dan mengubahnya menjadi ruang terbuka hijau masih
dibahas. “Ruang terbuka hijau itu akan menjadi ruang publik, misalnya tempat
orang atau wisatawan istirahat, semacam rest area, tapi tidak untuk dijual,”
ujarnya.
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif