LIPUTAN6.COM | Bogor -
Berharap tiba di negeri impian, para imigran gelap malah terdampar di Puncak,
Bogor, Jawa Barat. Di tempat baru ini, mereka tak bisa berbuat banyak, kecuali
berharap segera diberangkatkan ke Australia.
Daerah Puncak memang
dikenal sebagai tempat berdiamnya banyak imigran gelap, khususnya yang berasal
dari di Timur Tengah. Keberadaan mereka bak jamur di musim hujan. Para imigran
itu hampir bisa ditemui di setiap sudut wilayah berhawa sejuk tersebut.
Dari data Imigrasi
Bogor pada Agustus 2014, tercatat ada 300 imigran gelap yang terdaftar. Mereka
tersebar di kawasan puncak seperti di Kecamatan Cisarua, Megamendung,
Cipayung, dan Ciawi.
Keberadaan mereka di
Puncak ternyata bukan tanpa alasan. Para imigran gelap ini berada di daerah
tersebut untuk mencari suaka. Tapi bukan di Indonesia, melainkan di negara
tetangga, Australia.
Para imigran gelap
itu sebagian besar dari Afganistan. Kebanyakan dari mereka mengaku tidak ingin
kembali ke negara asalnya, karena tak mau diwajibkan berperang.
Salah satu imigran
gelap, Ali, 20 tahun, mengaku terpaksa hengkang dari tanah kelahirannya di
Afghanistan karena negaranya terus dilanda konflik. Karena itu, lebih dari satu
tahun lalu, tepatnya September, Ali bersama belasan pemuda Afghanistan lainnya,
memilih berlayar mencari suaka ke Australia.
Bukannya tiba di
negeri impian, para pemuda imigran gelap itu malah terdampar di Puncak, Bogor.
Ali mengaku berangkat menggunakan kapal laut dari Afghanistan menuju India,
kemudian lanjut ke Malaysia dan akhirnya tiba di Indonesia, tepatnya di Pulau
Sumatera.
"Dari situ saya
dibawa menggunakan jalan darat ke Jakarta dan akhirnya dibawa ke Bogor sampai
sekarang," ungkap Ali saat ditemui di rumah kontrakannya di Kampung Citeko,
RT 02/03 Kecamatan Cisarua, Bogor.
Ali mengaku
mengeluarkan uang hingga 7000 dolar AS untuk bisa sampai ke Bogor. Dengan
berbekal surat keterangan dari UNHCR dia menetap sementara di Bogor.
"Saya ingin ke Australia. Ingin kerja di sana," papar Ali.
Bagi para imigran
gelap, kehidupan di Bogor teramat keras. Tak jarang mereka harus menerima
kekerasan fisik dari warga sekitar. "Kemarin beberapa teman saya dipukuli
dan dimintai uang. Kita tidak bisa apa-apa," ujar Ali yang sudah bisa
berbahasa Indonesia.
Hingga saat ini, Ali
terus berharap bisa sampai di Negeri Kanguru. Dia berharap di tanah baru, bisa
mendapat kehidupan yang lebih layak. (Sun/Mut)
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif