METROPOLITAN.ID | Malam itu, perempuan berparas cantik khas negeri Arab
terkejut melihat anggota berseragam
cokelat tiba-tiba masuk ke dalam kafe. Kulitnya yang putih merona mendadak
ditutup-tutupi saat polisi menggeledah kafe yang diduga sarang maksiat.
Sudah jadi rahasia
umum bila jasa esek-esek di kawasan Puncak kian menjamur. Sayangnya, pemerintah
setempat terkesan cuek, hingga Polda Jawa Barat membongkar jaringan pemasok
Pekerja Seks Komersial (PSK) dari Maroko.
Jika berjalan di
kawasan Puncak, wanita Maroko memang sering jadi pusat perhatian. Selain
parasnya cantik, mereka kerap memamerkan lekuk tubuhnya yang seksi dengan
pakaian serba terbuka. Tak sedikit pria lokal dan turis mancanegara yang
kepincut dengan penampilannya.
Di balik kunjungan
wisatawan Timur Tengah ke Puncak Bogor, nyatanya tersimpan cerita lain.
Kedatangan mereka tidak hanya menikmati liburan, tapi juga mencoba peruntungan
dengan menjadi seorang PSK.
Sebagian warga
setempat ada yang gerah dengan fenomena itu. Namun, sebagian lain justru
memanfaatkannya sebagai peluang bisnis dengan menyediakan tempat bagi para
penjaja seks. Anehnya, pemerintah setempat juga terkesan tutup mata dengan
melakukan pembiaran. Kawasan Puncak seolah menjadi wisata syahwat bagi para
pelancong yang ingin mencicipi surga dunia.
Praktik
prostitusi itu akhirnya tercium Polda
Jabar hingga akhirnya dilakukan operasi penggerebekan oleh Tim Subdit 1 Dirkrimum Polda Jabar yang
dipimpin AKBP Budi Satria Wiguna.
Dalam operasinya,
Polda Jabar berhasil menggiring 11 wanita asal Maroko yang diduga menjadi
korban trafficking dan dijadikan PSK.
Tak hanya itu, polisi
juga berhasil mengamankan AS yang diduga kuat menjadi mucikari belasan Magribi
tersebut. Dua WNI JA dan AN juga ikut diboyong lantaran terlibat dalam bisnis
wisata syahwat tersebut.
“Penangkapan sendiri
kami lakukan di tiga tempat berbeda. Kedatangan mereka sesuai pesanan para
lelaki hidung belang. Bahkan, ketika datang ke Indonesia langsung dijemput JA
dan AN dan ditampung di vila,” kata Kasubdit 1 Ditreskrimum Polda Jabar AKBP
Budi Satria Wiguna saat dihubungi, kemarin.
Ia melanjutkan, para
Magribi tersebut diketahui sudah berada di wilayah Puncak sejak setahun yang
lalu. Keberadaannya pun sering membuat warga sekitar resah.
“Mucikari melakukan
pemesanan ke Maroko. Setelah dikirim uang sesuai harga, ke-11 WNA tersebut
diberangkatkan ke Indonesia. Kemudian ditampung di berbagai vila dan
dipekerjakan sebagai PSK di kafe yang ada di Cisarua,” terangnya.
Praktik prostitusi
yang berkembang di kawasan Puncak sepertinya sudah jadi rahasia umum. Muncul
dugaan bila bisnis esek-esek yang berkembang di kawasan Puncak dikendalikan
sejumlah pejabat Bogor. Hal itu terlihat dari tidak bergeraknya aparat Satpol
PP.
Ketika dikonfirmasi
hal tersebut, Budi mengaku akan segera menyelidiknya “Iya akan kami selidiki.
Kami juga akan terus melakukan pemantauan pergerakan prostitusi di wilayah
Puncak,” tutupnya.
Kepala Bidang Humas
Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Sulistio Pudjo mengatakan
terungkapnya kasus tersebut bermula dari informasi adanya penjualan orang dari
luar negeri ke dalam negeri. ”Mereka (para PSK) ditampung di sebuah vila dan
dua kafe di Cisarua,” katanya.
Para pelanggan PSK
impor ini, kata Pudjo, berasal dari berbagai kalangan. Kebanyakan para
pelanggan berasal dari warga lokal. ”Ada juga turis asing dan orang Timur
Tengah,” imbuhnya.
Dalam praktiknya,
bisnis prostitusi tersebut mereka jalankan dengan cara menampung para PSK di
sebuah vila dan kafe. Kemudian para pelanggan datang dengan perantara dua
lelaki asal Indonesia.
Pudjo menambahkan,
kedatangan para PSK ke Indonesia berawal dari ajakan muncikari AS yang melihat
pasar di Indonesia sangat potensial untuk menjajakan PSK asal luar negeri.
”Muncikari melihat potensi perdagangan orang di Cisarua bagus. Lalu dia
mendatangkan para cewek dari Maroko,” ujar Pudjo.
Rata-rata usia para
PSK tersebut berkisar 20-30 tahun. Kabarnya tarif sekali mengencani PSK impor
ini berkisar Rp2 juta hingga Rp7 juta.
Sejak ditangkap pada
Rabu (2/12), belasan PSK dan dua muncikari diinapkan di Markas Polda Jawa
Barat. Saat diekspos kepada para wartawan, belasan wanita yang rata-rata
berpostur tinggi-besar ini tampak gusar. Salah satu dari mereka menggerutu
menggunakan bahasa Maroko saat awak media mengambil gambarnya.
Selama diperlihatkan
kepada wartawan, penutup kepala hampir tak pernah lepas dari genggaman mereka.
Ada yang menutup dengan jaket, kain, bahkan ada yang menutup kepalanya
menggunakan kantong keresek.
Polisi akan
berkoordinasi dengan Imigrasi untuk memproses para PSK tersebut. Sedangkan si
muncikari terancam pidana menggunakan Undang-Undang Perdagangan Manusia.
Sementara itu,
Ketua Ikatan Pemuda Puncak dan
Sekitarnya (IKPASS) Iman Sarkowi menuding hal tersebut semata – mata karena
pihak pemerintah terlalu longgar dalam
pengawasan.“Pemerintah lemah, baik itu Pemkab Bogor ataupun pihak Imigrasi.
Sehingga warga luar negeri bebas dagang syahwat di Puncak ini,” tudingnya.
Hal yang sama juga
dikatakan tokoh budayawan Puncak, Chaidir Rusli. Ia berpendapat banyaknya PSK
di Puncak merupakan bukti tidak adanya pengawasan pemerintah terhadap pendatang
warga asing. ”Jadinya seperti ini, Puncak menjadi tempat tujuan bagi wisata
syahwat,” tegasnya. (raden.jatnika)(fin/c/ash/de/tem/feb/wan)
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif