Penggemar Kawin Kontrak di Puncak Dari Pengusaha Sampai Tentara


TRIBUNNEWSBOGOR.COM | CISARUA, Memasuki bulan Mei hingga Agustus, hampir sebagian villa di Desa Tugu Utara dan Selatan, dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Cisarua selalu dipenuhi turis asal Timur Tengah. Penelusuran TribunnewsBogor.com, turis Timur Tengah itu datang dari berbagai tingkatan ekonomi dan profesi. Mulai dari karyawan swasta, pengusaha, atlet bahkan tentara. Tak sedikit warga Timur Tengah sengaja memboyong keluarganya hanya untuk menghabiskan rupiah dan riyal di kawasan berhawa sejuk itu.

Banyaknya turis Timur Tengah ke kawasan Puncak, warga sekitar menyebutkan ‘Musim Arab’. Kedatangan warga Timur Tengah ke daerah itu, tentunya mendapat tempat istimewa bagi masyarakat sekitar. Yang paling gampang adalah
pemilik villa.

Bagi warga, turis Timur Tengah memberi berkah tersendiri. Tentunya tak hanya pemilik villa, kedatangan orang-orang bertubuh tinggi besar dan berhidung mancung dengan kulit kuning itu ke wilayah mereka juga memberikan penghasilan yang cukup lumayan.
Kedatangan turis Timur Tengah ke wilayah Puncak, tentunya tidak sebatas berlibur. Salah satunya bisa berkencan dengan wanita pribumi. Namun, bagi warga Timur Tengah berkencan dengan wanita pribumi bukanlah perkara gampang.

Mereka tetap berfikir sah atau tidak. Karena itu, untuk melegalkan urusan ranjang dan tidak mau dianggap berzina, akhirnya muncul istilah kawin kontrak.

Hal itu dibenarkan Bakrie (40) salah satu pemuda di daerah Desa Tugu Utara yang kerap diminta untuk menyiapkan amil.

Dia mengatakan, hanya dengan berbekal uang mahar antara Rp 2,5-3 juta, plus adanya saksi dan amil-sebutan untuk penghulu-, sah lah bagi mereka tidur dengan wanita-wanita tersebut.

Tukang Ojek
Padahal amil yang disiapkan untuk mengawinkan warga Timur Tengah dengan wanita pribumi, adalah amil palsu yang cukup dibayar Rp 250 ribu. “Bagaimana kita bisa menyiapkan amil beneran, kalau tiba-tiba malam-malam orang Arab itu minta dikawinkan karena mereka ingin berkencan dengan wanita disini. Yaa, akhirnya ngambil amil cabutan saja, kadang tukang ojek atau siapapun lah,” ujar Bakrie (40). Bakrie yang sudah banyak mengenyam asam garam seluk beluk kehidupan warga Timur Tengah di kawasan Puncak mengatakan, praktik kawin kontrak itu fakta dan sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Namun katanya, sampai saat ini sulit membuktikan adanya praktik kawin kontrak tersebut.


“Tak kertas secuil pun untuk menunjukkan bahwa pasangan Timur Tengah dengan seorang wanita pribumi sudah melakukan kawin kontrak. Jadi secara hukum sulit dibuktikan telah terjadi perkawinan itu, tapi faktanya praktik itu benar-benar ada,” katanya. Bakri mengatakan, turis asal Timur Tengah yang berlibur ke Puncak bukanlah orang sembarangan di Negaranya. Mulai dari pengusaha, karyawan swasta, pegawai pemerintah, atlet bahkan tentara. “Hampir 80 persen mereka orang hebat di Negaranya, dan 20 persennya warga biasa saja,” ujarnya.(*) (Soewidia Henaldi)



Post a Comment

Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif

Lebih baru Lebih lama