POJOKJABAR.COM | BOGOR–Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016 Kota Bogor defisit Rp800
miliar dari Rp2,6 triliun yang dianggarkan pemerintah. Angka besar ini muncul
musabab tak rasionalnya SKPD dalam penganggaran, tanpa melihat kemampuan
keuangan daerah.
“Dari mana menutupi
Rp800 miliar defisit itu! Tak mungkin APBD diketuk dengan defisit,” ujar Ketua
Komisi C DPRD Kota Bogor Yus Ruswandi Selasa (17/11/2015).
Selain itu, sejumlah
pihak menduga defisit Rp800 miliar akibat adanya mark up anggaran dari
SKPD-SKPD dalam penyusunan anggaran. Semisal pada usulan Sekretariat Daerah
Kota Bogor soal pengadaan televisi layar besar yang harganya mencapai Rp500
juta per unit. Soal itu, Yus mengaku tak mau berkomentar.
“Itu domain tim
asistensi TPAD (Tim Penyusun Anggaran Daerah) untuk memfilter sebelum masuk ke
RAPBD. Itu masuk dulu asistensi RKA (rencana kerja anggaran) SKPD,” jelasnya.
Untuk pengawasan DPRD
sendiri, menurutnya, berada pada rapat komisi antara komisi-komisi di DPRD
dengan mitra kerjanya dari SKPD terkait. Rapat komisikomisi itu sudah dilakukan
beberapa waktu lalu.
Namun, Yus menilai,
bisa saja defisit ditutup dari dana perimbangan pemerintah pusat dan pemerintah
provinsi. Itu mungkin terjadi karena APBN sudah disahkan pemerintah pusat
Oktober lalu.
Meskipun, sejauh ini
belum bisa dipastikan berapa dana perimbangan dari pemerintah pusat dan
provinsi kepada Pemkot Bogor. Untuk diketahui, tahapan APBD 2016 masih dalam
pembahasan antara TPAD dengan badan anggaran DPRD Kota Bogor.
Kamis (19/11/2015)
besok, akan digelar rapat kerja badan anggaran dengan TPAD Pemkot Bogor. Rapat
kerja ini akan mengerucutkan APBD pada hal-hal yang menjadi skala priotas. Usai
rapat kerja ini baru akan digelar rapat badan musyawarah untuk menentukan rapat
paripurna.
Jika paripurna sudah
bisa dilaksanakan pada 20 November mendatang, kemungkinan APBD 2016 sudah bisa
dikirim ke Gubernur Jawa Barat untuk dievaluasi sebelum November berakhir. Yus
optimis, pembahasan APBD 2016 akan selesai tepat waktu sebelum 30 November mendatang.
Yus juga mengaku
setuju dengan adanya Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan
Daerah (TP4D) Kota Bogor, yang dibentuk Kejaksaan Negeri pekan lalu. Ia setuju
tim tersebut masuk dalam pembahasan APBD 2016.
“Kami menyambut baik,
masuk di pembahasan ini. Berikan kami pencegahanpencegahan terkait indikasi
korupsi,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil
Walikota Bogor Usmar Hariman menegaskan bahwa defisit Rp800 miliar disebabkan
banyaknya program yang harus diakomodasi. Program-program itu berasal dari
melalui musrenbang dan usulan SKPD.
“Banyak harapan
masyarakat, program ini harus direalisasikan di 2016. Itu sebabnya usulan
melebihi kapasitas pendapatan,” katanya.
Menurut Usmar,
kekurangan sebesar Rp800 miliar belum tentu disebut defisit yang sebenarnya.
Itu karena APBD 2016 masih dalam tahap pembahasan di DPRD.
Jika pada pembahasan
antara tim TPAD Pemkot dengan komisi-komisi di DPRD ternyata masih besar angka
defisitnya, pemkot akan mencari solusi untuk itu.
“Pemkot akan menutup
defisit ini dengan Silpa 2014 sekitar Rp300 miliar. Pendapatan tambahan dari
dana perimbangan dari pusat dan provinsi, misalnya retribusi atau bagi hasil
pajak. Kemudian efisiensi masingmasing SKPD,” jelasnya.
Lanjut Usmar, defisit
masih dibenarkan maksimal lima persen dari nilai APBD yang direncanakan. Itu
sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
“Karena kebutuhan di
lapangan kan tidak membatasi besaran defisit di APBD,” tambahnya.
Usmar mengimbuh, jika
kekurangan Rp800 miliar itu juga harus diakomodasi dalam pembahasan APBD 2016,
maka prediksi APBD 2016 bukan lagi Rp2,6 triliun, tapi hampir Rp3 triliun.
“Tapi kan sesuai
mazhab APBD kita, harus balance atau defisit Rp0 saat disahkan,” tandasnya.
Di sisi lain, Komite
Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mengingatkan pemkot bersama DPRD agar
segera merampungkan hajat besarnya menetapkan APBD murni 2016.
Direktur Eksekutif
Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menegaskan, jika APBD terlambat, pemkot dan
dewan terancam tak digaji berturutturut selama enam bulan.
“Jika tidak selesai
sampai batas waktu yang sudah ditetapkan, tentu ada konsekuensinya,” kata Syam
-sapaan Syamsuddin Alimsyah- kepada Radar Bogor.
Menurut Syam,
keterlambatan dalam menetapkan APBD, sama saja artinya memiskinkan masyarakat.
Warga menjadi kehilangan kesempatan menikmati pembangunan dan fasilitas
pelayanan publik yang memadai. (ral/ded/radarbogor)
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif