SINARHARAPAN.COM | Macet adalah pemandangan yang tidak asing
lagi di jalur Puncak Bogor, apalagi saat akhir pekan. Macet menjadi hal yang
biasa terjadi. Namun, hingga kini pihak terkait seperti kepolisian dan
pemerintah daerah belum mampu mengatasinya. Apalagi, menjelang Lebaran jumlah
pemudik yang lewat jalur ini akan lebih banyak dari lalu lintas sehari-harinya.
Terkait macet, tidak berbeda dengan tahun
lalu. Para pemudik Lebaran 2015 yang menuju kampung halaman melalui Puncak Pas,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, diperkirakan bakal terjebak kemacetan arus
lalu lintas parah. Demikian juga warga Ibu Kota Jakarta atau penduduk Bogor,
Depok, Tangerang maupun Bekasi (Bodetabek), yang ingin merayakan Idul Fitri
pada 17-18 Juli 2015 di kawasan wisata Puncak, pasti ikut merasakan kemacetan
tersebut.
Seperti biasa, kemacetan itu sudah
dirasakan ketika kendaraan berada di persimpangan Gadog, Kecamatan Ciawi. Para
wisatawan baik mancanegara maupun turis lokal, harus bersabar mengantre,
merayap menyusuri jalan yang terus menanjak hingga perbatasan wilayah Kabupaten
Bogor dengan Kabupaten Cianjur. Terkadang kemacetan itu sudah dirasakan sejak
pintu keluar gerbang Tol Ciawi.
Perjalanan yang jaraknya sekitar 25 km itu,
terkadang harus menghabiskan waktu tiga sampai empat jam. Ketika terjadi macet
total, para wisatawan harus bersabar dan mencari tempat istirahat menunggu
kemacetan mencair.
“Saya pernah tidak jadi Lebaran ke rumah
orang tua di Cipanas karena terjebak macet di Megamendung, Bogor. Kendaraan
sama sekali tidak bisa bergerak. Capek ikut bermacet-macetan dan sudah malam,
akhirnya saya dan anak-anak masuk hotel untuk istirahat,” tutur Dadan, warga
Bogor, mengenang kisahnya tahun lalu.
Menurutnya, pemerintah lamban mengembangkan
infrastruktur jalan protokol yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan
Kabupaten Cianjur itu. Padahal, jumlah turis yang datang ke daerah tersebut
sangat tinggi karena sisi selatan Bogor merupakan daerah primadona wisata di
Jabodetabek.
Sejuta Kendaraan
Berdasarkan data dari Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan (DLLAJ) Kabupaten Bogor pada hari H hingga H+2 Lebaran 2014,
tercatat 915.087 unit kendaraan, baik roda dua maupun roda empat atau lebih
melintas di jalur Puncak. Jumlah itu diperkirakan bertambah pada Lebaran kali
ini hingga 1 juta lebih kendaraan.
Meski kemacetan arus lalu lintas di kawasan
Puncak sudah dikeluhkan berbagai pihak dan selalu menjadi persoalan nasional,
sampai saat ini belum ada solusi yang bisa diandalkan untuk memecahkan masalah
tersebut. Pembangunan kereta gantung (cable car) yang diwacanakan pun kini
tidak ada tindak lanjutnya. Padahal, wacana tersebut sangat disambut positif
berbagai pihak.
Wisatawan tidak keberatan meski kendaraan
mereka ditinggal di daerah Gadog, Ciawi dan menggunakan kereta gantung ke
kawasan Puncak. Ide pembangunan jalur kereta gantung Ciawi-Puncak ini bercermin
pada jalur kereta api yang menuju pegunungan Alpen di Swiss atau Genting
Highland di Malaysia.
“Itu pasti bisa mengurangi kepadatan lalu
lintas dan beban jalan,” ujar Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Bogor, Adang Suptandar, saat itu.
Demikian juga program pembangunan Jalur
Puncak II dengan rute Sentul-Cipanas, atau alternatif Puncak yang digarap
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Semula, pemerintah menargetkan
pembangunan jalan sekitar 48 km ini rampung pada 2014. Untuk menyukseskan
megaproyek tersebut, sejumlah pengembang di daerah ini menghibahkan lahannya ke
Pemkab Bogor untuk kepentingan pembangunan Jalan Puncak II.
Pembangunan jalan itu sudah dilakukan sejak
awal 2013. Bahkan, pengaspalan jalan sepanjang 2 km di Desa Hambalang,
Kecamatan Babakan Madang, dan pembukaan lahan antara Kecamatan Sukamakmur dan
Kecamatan Cariu sepanjang 15 km, sampai saat ini tak jelas. Proyek ini
disinyalir menghabiskan anggaran Rp 750 miliar lebih.
Rp 789 Miliar
Bupati Bogor, Nurhayanti, juga tidak bisa
memastikan kapan proyek pembangunan jalan Puncak II akan dilanjutkan. “Saya
tidak tahu kapan proyek ini akan dilanjutkan. Nanti saya koordinasi dengan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat karena mereka yang punya
kewenangan,” katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah membangun Jalan
Puncak II dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama dibangun sepanjang 28 km
dengan lebar 30 meter mulai dari Babakan Madang (Sentul)-Sukamakmur-Jonggol.
Tahap kedua Sukamakmur-Cariu (Jalan Transyogi) sepanjang 15 km. Tahap tiga
Sukamakmur-Cipanas (Cianjur), dibangun dengan panjang jalan 10 km.
Namun pada 2015, tidak ada pengerjaan
pembangunan jalan karena tidak ada anggarannya. Bupati Bogor akan meminta
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar tahun depan proyek
tersebut kembali dilanjutkan. Hal itu mengingat jalan ini akan menjadi penopang
jalan menuju Puncak yang selama ini sudah padat.
Pihaknya juga akan meminta pemerintah pusat
mengalokasikan anggaran yang lebih besar, untuk membangun megaproyek yang
digagas Pemerintah Kabupaten Bogor. Ini dilakukan sebab dana yang dikucurkan
sejak awal pembangunan relatif sangat kecil, yakni kisaran Rp 40-45 miliar.
“Total keseluruhan anggaran Rp 789 miliar,
yang sudah dicairkan masih kecil. Tapi, nanti kami koordinasikan mudah-mudahan
anggarannya bisa diperbesar supaya cepat selesai,” harap Nurhayanti.
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif