REPUBLIKA.CO.ID | BOGOR -- Keberadaan imigran pencari suaka dan pengungsi di kawasan Puncak,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat karena
dipicu oleh kecemburuan sosial.
"Bagi yang
rumahnya disewa oleh imigran tentu mendapatkan keuntungan, tetapi yang tidak
mendapatkan keuntungan ada kecemburuan sosial, ini yang menyebabkan keberadaan
imigran kerap meresahkan masyarakat," kata Kepala Imigrasi wilayah II
Bogor, Herman Lukman, Senin (29/12).
Ia mengatakan dari
hasil pendataan di lapangan kehadiran imigran di kawasan Puncak juga memberikan
pendapatan bagi sebagian masyarakat setempat melalui penyewaan rumah dan
belanja di pasar.
Herman mengatakan
berdasarkan data yang dihimpun sejak 2012 hingga Desember 2014 jumlah imigran
pencari suaka dan pengungsi yang menempati kawasan Puncak sebanyak 318 orang.
Mereka kebanyakan berasal dari negara konflik di wilayah Timur Tengah seperti
Afganistan, Pakistan, Sudan, Irak dan Palestina. "Namun kebanyakan adalah
warga Afganistan," katanya.
Rata-rata mereka yang
tinggal dan menempati pemukiman warga memiliki surat keterangan resmi dari
UNHCR sebagai pengungsi maupun pencari suaka. Sehingga mereka diperbolehkan
tinggal selama keberadaannya mematuhi aturan dan tidak mengganggu keamanan dan
ketertiban di masyarakat.
Seperti sekelompok
warga Afganistan yang menempati perumahan milik Fauziah di Kampung Kopo, Desa
Citeko, Kecamatan Cisarua. Mereka ada yang sudah satu tahun menempati rumah
kontrakan yang perbulannya dibayar Rp 1,5 juta sampai 2 juta.
Menurut Herman,
kondisi inilah yang menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat
Puncak, karena beberapa warga yang rumahnya disewa para imigran mendapatkan
nilai tambah penghasilan. "Sebaliknya yang tidak memiliki pendapatan lebih
dari kehadiran imigran tentu tidak terima," kata Herman.
Ketidaksenangan juga
dipicu oleh kegiatan hidup warga negara asing yang berbeda tradisi dengan
penduduk lokal. Di mana karena imigran tidak boleh bekerja dan belajar, maka
mereka menghabiskan waktu sehari-hari di rumah dengan bermain dan
bersantai-santai.
Tak jarang ketika
malam hari tiba, warga negara asing ini masih asik bercengkerama hingga
mengusik ketenangan warga sekitar. "Ada juga warga yang melaporkan, kalau
warga negara asing ini suka berpesta pora malam hari, sehingga menggagu
ketenangan warga," kata Herman.
Untuk mengantisipasi
agar tidak terjadi konflik yang meruncing antara penduduk lokal dan para
imigran pencari suaka, Kantor Imigrasi wilayah II Bogor melakukan pengawasan
terhadap orang asing secara rutin. Namun, luasnya kawasan Puncak, dan
keterbatasan personel sehingga pengawasan kerap tidak optimal. Ditambah lagi
kelihaian para imigran yang bersembunyi dari pengawasan petugas.
Menurut Herman,
pihaknya berkoordinasi dengan masyarakat, dan aparat keamanan setempat untuk
ikut mengawasi keberadaan para imigran tersebut. "Sejauh ini laporan yang
kami terima jumlah mereka lebih banyak dari yang ada di data, maka itu selama
akhir tahun ini kami intensifkan agar mengetahui pergerakan mereka," kata
Herman.
Dalam operasi yang
dilakukan awal Desember lalu, sebanyak delapan warga Afganistan terjaring razia
petugas karena tidak memiliki identitas resmi. Sebelumnya, Imigrasi Wilayah II
Bogor juga sudah memulangakn 19 warga negara asal Maroko yang seluruhnya perempuan
karena ketahuan menjadi wanita penghimbur dengan menggunakan visa turis.
Posting Komentar
Mohon berkomentar yang tidak menyinggung SARA. Mari bangun komentar yang konstruktif